CARA MERUMUSKAN TUJUAN,
PEMBERIAN CONTOH, DAN PEMBERIAN PENGUATAN
A. CARA
MERUMUSKAN TUJUAN
Sebagian klien mengemukakan
tujuan-tujuan yang ingin dicapainya dalam pengertian-pengertian umum yang
kurang jelas. Dalam konseling untuk mengubah tingkah laku, tugas pertama
konselor adalah berusaha agar klien mampu mengemukakan tujuan-tujuannya secara
jelas dan khusus. Konselor dapat melakukan hal ini dengan membantu klien
menjabarkan tujuan-tujuan yang umum ke dalam tujuan-tujuan yang lebih kecil
yang lebih dapat dijangkau, membuat rencana langkah-langkah praktis untuk
mencapai tujuan tersebut atau memilih salah satu tujuan utama dari sejumlah
tujuan yang ingin dicapai (Munro, dkk. 1983: 86).
Menurut Munro (1983: 86) salah satu
teknik yang dapat digunakan dalam konseling adalah merumuskan tujuan, yaitu mendorong
klien untuk memikirkan beberapa kemungkinan cara bertindak atau bertingkah
laku. Hal ini mengajak klien untuk lebih bersikap praktis.
Contohnya:
Konselor
menanyakan:” Apakah yang ingin Anda lakukan jika Anda ingin mengubah tingkah
laku Anda?” atau “Anda merasa kecewa terhadap cara anak-anak Anda beraksi
terhadap Anda. Reaksi mana yang Anda inginkan sebagai gantinya?”
Kemungkinan
jawaban ki:” lebih banyak dapat bergembira bersama anak-anak, dapat belajar
lebih baik, tidak ngomel.
Salah
satu dari tujuan-tujuan khusus harus dipilih sebagai tujuan utama.
Menurut Yeni Karneli dan Taufik (2002:
79) dalam konseling bersama klien perlu merumuskan tujuan yang akan dicapai
klien. Hal ini perlu dilakukan, karena klien sering mengemukakan tujuan-tujuan
yang ingin dicapai dalam pengertian umum dan kurang jelas. Konselor dapat
membantu klien membuat tujuan-tujuan yang lebih rinci, realistik dan lebih
terjangkau, sehingga dapat dilakukan klien dalam mengubah tingkah lakunya.
Tujuan yang dirumuskan harus mengandung unsur-unsur normatif, sesuai dengan
norma-norma yang berlaku.
Untuk dapat membantu klien dalam
merumuskan tujuan khusus dapat dilakukan dengan cara mengajak klien memikirkan
kemungkinan cara-cara bertindak dan bertingkah laku yang pantas dilakukan
klien. Tujuannya adalah agar klien dapat bertindak efektif, praktis dan
realistik. Tujuan haruslah dirumuskan dalam kalimat pertanyaan yang jelas,
sederhana, dan mengandung kata-kata yang positif.
Ada beberapa syarat yang harus
diperhatikan dalam merumuskan tujan dalam konseling. Syarat-syarat itu antara
lain (Yeni Karneli dan Taufik, 2002: 80):
1. Tujuan
dirumuskan di saat pembahasan masalah telah sampai pada tahap pengambilan
keputusan klien guna mencapai perubahan tingkah laku. Apabila belum sampai pada
pengambilan keputusan, tujuan sukar di rumuskan.
2. Tujuan
yang dirumuskan sesuai dengan kemampuan dan kekuatan klien. Merumuskan tujuan
di luar kemampuan klien, akan menjadi sia-sia, sebab klien tidak akan
melakukannya, atau kemungkinan gagal lebih besar.
3. Tujuan
konseling hendaklah baik atau positif dan dirumuskan dalam kalimat pertanyaan
yang positif. Tujuan yang negatif adalah apabila melanggar norma-norma yang
berlaku, tujuan positif dalam arti baik dan berguna bagi klien maupun orang
lain.
4. Tujuan
yang dirumuskan jelas dan khusus. Tujuan yang tidak jelas akan menjadi sulit
ditindak lanjuti oleh klien. Apabila terlalu umum, maka juga tidak jelas
tindakan/ tingkah laku yang akan dilakukan klien. Khususnya tujuan tersebut
adalah apabila jelas tingkah lakunya, waktu dan jelas juga tempatnya.
5. Tujuan
itu harus menempatkan klien sebagai subjek aktif dan mencapai tujuan konseling.
Sebaliknya tujuan yang menjadikan klien sebagai subjek pasif akan kurang
berguna sebab klien lebih banyak menunggu. Mestinya klien melakukan sejumlah
aktifitas yang konkrit untuk bertindak.
6. Tujuan
itu tidak berlebihan atau ambisius. Tujuan yang berlebihan atau ambisius
dikhawatirkan tidak dapat dicapai klien.
Contoh:
Klien
mengemukakan “ingin memperoleh indeks prestasi yang tinggi pada semester berikut”.
Pertanyaan klien untuk merubah hasil belajarnya pada masa yang akan datang
dapat dilakukan dengan merumuskan tujuan, antara lain:
a. Belajar
rutin di rumah, paling kurang dua jam sehari
b. Membuat
tugas dengan baik dan menyerahkan tepat pada waktunya
c. Bertanya
kepada dosen dan teman bila ada materi pelajaran yang kurang dimengerti, dan
d. Datang
ke sekolah tepat waktu.
Dengan merumuskan tujuan yang jelas dan
sederhana ini, akan membantu klien untuk bertindak lebih jelas dan terarah
dalam mencapai tujuan perubahan tersebut.
B. CARA
PEMBERIAN CONTOH
Menurut Munro, dkk (1983: 98) konselor
perlu memberikan contoh atau pola tingkah laku yang baik untuk klien yang tidak
mengetahui bagaimana bertindak dalam suasana tertentu. Pada tahap tertentu
pemberian contoh ini dapat berupa penampilan keadaan yang sebenarnya, misalnya
contoh catatan kuliah yang dibuat oleh mahasiswa lain. Konselor harus
benar-benar peka terhadap berbagai kesempatan yang tepat untuk memberikan
bantuan sederhana seperti itu. Dalam hal ini pemberian contoh pada umunya
ditampilkan dalam dua cara, yaitu konselor sendiri dapat bertindak sebagai
model, atau seorang kawan (dari klien) dapat bertindak sebagai model dalam
kehidupan sosial klein sehari-hari. Dalam kedua cara ini, model itu hendaknya
ditampilkan secara utuh dengan memperlihatkan baik keseluruhannya maupun
bagian-bagiannya. Model seperti ini dapat ditampilkan dalam bentuk video-tape.
Ada beberapa kelebihan dan kekurangan
dari masing-masing cara di atas. Kekurangan
ynag paling pokok adalah bahwa perbuatan (tingkah laku) teman tidak dapat
dikontrol atau diulang (Munro, dkk. 1983:99). Barangkali yang paling baik
adalah jika konselor dapat menekankan bagian-bagian mana dari perbuatan itu
yang paling penting, dan kemudian mengulang tingkah laku yang diharapkan untuk
dilakukan selanjutnya. Sesudah model ditampilkan klien diminta untuk meniru
model itu. Dia didorong untuk melatih diri melakukan kembali tingkah laku itu.
Dalam hal ini, konselor memberikan balikan dengan segera dalam bentuk komentar
atau saran-saran yang positif demi peningkatan penampilan tingkah laku yang
diharapkan. Klien perlu diingatkan akan pentingnya melakukan kembali tingkah
laku seperti itu dalam berbagai kesempatan yang dimilikinya.
Munro, dkk (1983: 99) menjelaskan
beberapa prinsip pemberian contoh yang efektif dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a. Suruh
klien mempertunjukkan bagaimana biasanya ia bertindak atau berbuat.
b. Pertunjukkan
cara-cara bertindak atau berbuat yang lebih efektif.
c. Pisahkan
bagian-bagian tingkah laku itu untuk diamati, didiskusikan dan dipraktekkan.
d. Ulangi
lagi mempertunjukkan beberapa kali dengan melebih-lebihkan bagian-bagian yang
menyebabkan kesulitan.
e. Suruh
klien melakukan kembali tingkah laku yang sudah diamatinya. Berikan balikan
yang berguna bagi klien.
f. Lanjut
terus melakukan tingkah laku itu berulang-ulang sampai dicapai perbuatan atau
tingkah laku yang seharusnya.
Bagian
dari usaha pemberian contoh yang baik, misalnya dapat digambarkan sebagai
berikut:
“ingat
setiap bagiannya. Kamu harus selalu mengetu pintu dengan keras. Bila dia
memanggil: ‘silahkan masuk!’, berdiri tegak, dorong pintu sampai terbuka, masuk
ke dalam ruangan, mengahadapkan diri dan melihat kepadanya, dan senyum.
Dapat
dilakukan?... sekarang sebelum kita berlatih lebih lanjut, coba kamu ulangi
lagi menyebutkan bagian pokok tadi… bagus! Sekarang kita berdua akan
mengatakannya lagi, sambil kamu memperlihatkan saya . Perhatikan! Pertama
saya…. Kemudian saya… oke?. Sekarang kamu mencobanya sambil kita mengulang
langkah-langkah itu sekali lagi… baik sekali! Kamu telah melakukan ini, ini,
ini, dan ini dengan baik sekali. Lain kali, badan jangan terlalu condong dan
agak lebih keras lagi mengetok pintu”.
Selanjutnya, Yeni Karneli dan Taufik
(2002: 75) menjelaskan, bila konselor menemui klien yang tidak mengetahui cara
berbuat atau bertindak dalam suasana tertentu, maka konselor dapat menggunakan
teknik pemberian contoh.
Pemberian contoh berarti konselor
memberikan contoh atau pola tingkah laku tertentu yang baik untuk klien yang
tidak mengetahui cara bertindak dalam suasana tertentu. Pemberian contoh dapat
membantu klien meningkatkan kemampuan dalam menampilkan tingkah laku yang
diharapkan dalam suasana tertentu. Misalnya klien yang tidak mengetahui cara
berbicara dengan pimpinan, cara memperkenalkan diri dengan orang-orang baru,
cara melamar pekerjaan dan sebagainya.
Bandura (Yeni Karneli dan Taufik, 2002:
76) menyatakan bahwa segenap belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman
langsung dengan mengalami tingkah laku orang lain. Cara manapun yang digunakan
oleh konselor tidak menjadi persoalan. Dalam hal ini, yang penting konselor
dapat memberikan penekanan-penekanan pada bagian tingkah laku yang perlu
dikuasai atau dicontoh klien. Setelah diberikan contoh, klien harus dilatih
dalam berpenampilan dan bertingkah laku pada suasana tertentu. Setelah klien
mampu menampilkan tingkah laku yang diharapkan, konselor perlu memberikan
penguatan, agar klien termotivasi terus untuk bertingkah laku yang diharapkan.
C. CARA
PEMBERIAN PENGUATAN
Perhatikanlah bahwa masing-masing
pernyataan klien di bawah ini, mengandung isi tertentu yang menyangkut perasaan
dan perbuatan yang mungkin terjadi. Kenalilah bagian-bagian isi dari
masing-masing pernyataan itu, dan kemudian kemukakanlah komentar sederhana yang
menguatkan bagian yang menyangkut perbuatan itu.
Contoh:
Ki : “saya menjadi amat kecewa,
mereka tidak mau melaksanakan apa yang disarankan”.
Ko : “Anda ingin mereka lebih banyak
bekerja sama dengan Anda?”.
Buatlah sebuah daftar kegiatan yang
mungkin dapat menyenangkan Anda bila Anda berada dalam masing-masing suasana di
bawah ini (Munro, dkk. 1983: 98):
a. Seorang
ibu muda bersama dua orang anaknya yang berumur di bawah tiga tahun tinggal di
daerah baru di pinggiran kota.
b. Seorang
siswa teknik umur 16 tahun pergi meninggalkan rumah.
c. Seorang
wanita (45 tahun) baru saja menjanda, tanpa mempunyai sanak keluarga.
d. Seorang
petani tua tinggal di kota besar.
Udah bagus tapi kurang daftar pustaka
BalasHapusterimakasih, tapi saya kurang terlalu yakin dengan materi anda. karena daftar fustakanya tidak ada.
BalasHapusterima kasih dari saya dan teman2
BalasHapus