Kamis, 07 Mei 2015

CARA PEMBERIAN NASEHAT DAN CARA PEMBERIAN CONTOH PRIBADI


CARA PEMBERIAN NASEHAT DAN CARA PEMBERIAN CONTOH PRIBADI

1.      CARA PEMBERIAN NASEHAT
Menurut Yeni Karneli dan Taufik (2002:73) nasehat berisi sesuatu yang hendaknya dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang (klien). Dalam bertingkah laku atau mengambil suatu keputusan barangkali dalam diri klien terdapat kebingungan, dalam diri timbul pertanyaan apakah yang harus dilakukan atau apakah dia melakukan “X” atau “Y”. Dalam kondisi ini konselor perlu memberi nasehat, agar klien dapat memutuskan salah satu apa yang seharusnya ia lakukan.
Menurut Munro, dkk (1983: 72) nasehat hanya diberikan bila diminta, dan bila melalui usaha mendengarkan yang baik sehingga konselor benar-benar telah memahami keadaan klien.
Apabila nasehat diberikan, konselor hendaklah menyatakan semua alasan mengapa dia merasa sesuatu pilihan tertentu adalah lebih baik bagi klien daripada pilihan-pilihan yang lain. Dengan pemberian nasehat yang berarti melihat hal-hal dari “arah baru” ini sekurang-kurangnya dapat memberi klien balikan (umpan balik) tentang dirinya sendiri. Perhatikan contoh di bawah ini:
Klien   : “walaupun semuanya sudah kita bicarakan, saya tidak dapat memutuskan mana yang akan saya ambil. Biologi atau Kesenian.
Konselor: “Ya: mengapa kamu tidak mencoba mengambil kesenian saja. Kamu mengambil dua mata pelajaran dalam kelopok IPA dalam tahun ini, kamu mengatakan ingin mempelajari bidang-bidang lain dan di samping itu kamu juga menyukai guru kesenian”.



a.      Kelebihan
Adapun kelebihan dari pemberian nasehat ini adalah (Munro, dkk. 1983: 72):
Ø  Membantu klien membuat keputusan, terutama bila klien masih juga belum dapat mengambil kuputusan setelah melalui diskusi yang mendalam tentang berbagai hal yang menyangkut masalah yang dihadapi.
Ø  Seringkali apa yang lebih diinginkan seseorang menjadi semakin jelas bilamana orang lain memberikan nasihat untuk melakukan sesuatu.

b.      Kelemahan
Ø  Pemberian nasehat terbuka bagi konselor untuk bermain-main seolah-olah dia adalah seorang ahli.
Ø  Pemberian nasehat juga dapat dipakai oleh klien untuk melepaskan tanggungjawabnya sendiri atau menghindarkan diri dari masalah yang sebenarnya.

Agar nasehat yang diberikan konselor dapat efektif, sebaiknya tidak diberikan pada awal konseling, tetapi diberikan setelah konselor-konselor benar-benar memahami masalah klien (Yeni Karneli dan Taufik, 2002: 74). Konselor telah mengetahui kebutuhan klien, dan melihat bahwa klien membutuhkan nasehat dari konselor.
Konselor hendaknya memberikan nasehat setelah klien mengemukakan ide-ide dan perasaannya yang berhubungan dengan masalah yang dialami klien. Setelah diberikan nasehat dihrapkan klien dapat mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, terutama dalam mengatasi masalahnya.
Menurut Tohirin (2011:343) hal yang harus diperhatikan dalam pemberian nasehat adalah aspek kemandirian dalam konseling. Para penganut teori Client Centered menyatakan bahwa apabila klien masih dinasihati berarti klien belum mandiri. Dengan perkataan lain, pemberian nasehat tidak sesuai dengan hakikat kemandirian dalam konseling. Jalan tengah yang ditawarkan adalah dalam pemberian nasehat harus tetap dijaga agar tujuan konseling, yakni memandirikan klien tetap tercapai.
Sofyan (2010: 171) memberikan contoh respon konselor terhadap permintaan klien berkaitan dengan pemberian nasehat, yaitu:
Ko : “apakah hal seperti ini pantas saya untuk memberi nasehat saudara? Sebab, dalam hal seperti ini, saya yakin Anda lebih berpengalaman dari pada saya”.
Atau seperti di bawah ini:
Ko : “sebelum saya memberi nasehat, saya pikir dalam hal ini saudara lebih banyak mempunyai informasi dibanding saya”.
      Perlu diingat dan disadari oleh konselor bahwa nasehat yang diberikan ditinjau dari isi hendaknya mengandung tiga unsur ketepatan, yaitu tepat isi, tepat cara, dan tepat waktu pemberiannya. Dengan pemberian nasehat diharapkan klien merasa lebih “pasti” untuk mengambil keputusan tertentu atau memilih cara tertentu. Hal ini sering membuat klien termotivasi dan lebih jelas berusaha dalam mengatasi masalahnya. Di samping itu, klien juga lebih siap menerima konsekuensi dari keputusan yang diambilnya.

2.      CARA PEMBERIAN CONTOH PRIBADI
      Kadang-kadang tampaknya dapat lebih memberikan keyakinan dan mendorong klien jika dia mendengar dari konselor bahwa konselor juga pernah mengalami masalah yang sama dan ternyata berhasil mengatasinya (Munro, dkk. 1983:74).
      Contoh-contoh pribadi dapat mengalihkan perhatian dari klien dan memperlemah kedudukan klien sebagai titik pusat dalam hubungan konseling.
      Dalam contoh di bawah ini, konselor menggunakan contoh pribadi secara singkat dan baik, dan kemudian segera mengalihkan pembicaraan kembali kepada klien (Munro, dkk. 1983: 74):
Klien: “saya tidak berani menghadapi kelompok, saya menjadi gugup dan lupa apa yang akan saya katakan”.
Konselor: “Ya, saya memahami perasaan itu. Saya juga pernah takut menghadapi kelompok, dan hampir saja hal itu membuat saya gagal menjadi guru, tetapi saya yakin bahwa apabila kita mencoba menggarap masalah itu, kamu akan berhasil mengatasi rasa takut itu”.


CARA MERUMUSKAN TUJUAN, PEMBERIAN CONTOH, DAN PEMBERIAN PENGUATAN
A.    CARA MERUMUSKAN TUJUAN
Sebagian klien mengemukakan tujuan-tujuan yang ingin dicapainya dalam pengertian-pengertian umum yang kurang jelas. Dalam konseling untuk mengubah tingkah laku, tugas pertama konselor adalah berusaha agar klien mampu mengemukakan tujuan-tujuannya secara jelas dan khusus. Konselor dapat melakukan hal ini dengan membantu klien menjabarkan tujuan-tujuan yang umum ke dalam tujuan-tujuan yang lebih kecil yang lebih dapat dijangkau, membuat rencana langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan tersebut atau memilih salah satu tujuan utama dari sejumlah tujuan yang ingin dicapai (Munro, dkk. 1983: 86).
Menurut Munro (1983: 86) salah satu teknik yang dapat digunakan dalam konseling adalah merumuskan tujuan, yaitu mendorong klien untuk memikirkan beberapa kemungkinan cara bertindak atau bertingkah laku. Hal ini mengajak klien untuk lebih bersikap praktis.
Contohnya:
Konselor menanyakan:” Apakah yang ingin Anda lakukan jika Anda ingin mengubah tingkah laku Anda?” atau “Anda merasa kecewa terhadap cara anak-anak Anda beraksi terhadap Anda. Reaksi mana yang Anda inginkan sebagai gantinya?”
Kemungkinan jawaban ki:” lebih banyak dapat bergembira bersama anak-anak, dapat belajar lebih baik, tidak ngomel.
Salah satu dari tujuan-tujuan khusus harus dipilih sebagai tujuan utama.

Menurut Yeni Karneli dan Taufik (2002: 79) dalam konseling bersama klien perlu merumuskan tujuan yang akan dicapai klien. Hal ini perlu dilakukan, karena klien sering mengemukakan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pengertian umum dan kurang jelas. Konselor dapat membantu klien membuat tujuan-tujuan yang lebih rinci, realistik dan lebih terjangkau, sehingga dapat dilakukan klien dalam mengubah tingkah lakunya. Tujuan yang dirumuskan harus mengandung unsur-unsur normatif, sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Untuk dapat membantu klien dalam merumuskan tujuan khusus dapat dilakukan dengan cara mengajak klien memikirkan kemungkinan cara-cara bertindak dan bertingkah laku yang pantas dilakukan klien. Tujuannya adalah agar klien dapat bertindak efektif, praktis dan realistik. Tujuan haruslah dirumuskan dalam kalimat pertanyaan yang jelas, sederhana, dan mengandung kata-kata yang positif.
Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam merumuskan tujan dalam konseling. Syarat-syarat itu antara lain (Yeni Karneli dan Taufik, 2002: 80):
1.      Tujuan dirumuskan di saat pembahasan masalah telah sampai pada tahap pengambilan keputusan klien guna mencapai perubahan tingkah laku. Apabila belum sampai pada pengambilan keputusan, tujuan sukar di rumuskan.
2.      Tujuan yang dirumuskan sesuai dengan kemampuan dan kekuatan klien. Merumuskan tujuan di luar kemampuan klien, akan menjadi sia-sia, sebab klien tidak akan melakukannya, atau kemungkinan gagal lebih besar.
3.      Tujuan konseling hendaklah baik atau positif dan dirumuskan dalam kalimat pertanyaan yang positif. Tujuan yang negatif adalah apabila melanggar norma-norma yang berlaku, tujuan positif dalam arti baik dan berguna bagi klien maupun orang lain.
4.      Tujuan yang dirumuskan jelas dan khusus. Tujuan yang tidak jelas akan menjadi sulit ditindak lanjuti oleh klien. Apabila terlalu umum, maka juga tidak jelas tindakan/ tingkah laku yang akan dilakukan klien. Khususnya tujuan tersebut adalah apabila jelas tingkah lakunya, waktu dan jelas juga tempatnya.
5.      Tujuan itu harus menempatkan klien sebagai subjek aktif dan mencapai tujuan konseling. Sebaliknya tujuan yang menjadikan klien sebagai subjek pasif akan kurang berguna sebab klien lebih banyak menunggu. Mestinya klien melakukan sejumlah aktifitas yang konkrit untuk bertindak.
6.      Tujuan itu tidak berlebihan atau ambisius. Tujuan yang berlebihan atau ambisius dikhawatirkan tidak dapat dicapai klien.

Contoh:
Klien mengemukakan “ingin memperoleh indeks prestasi yang tinggi pada semester berikut”. Pertanyaan klien untuk merubah hasil belajarnya pada masa yang akan datang dapat dilakukan dengan merumuskan tujuan, antara lain:
a.       Belajar rutin di rumah, paling kurang dua jam sehari
b.      Membuat tugas dengan baik dan menyerahkan tepat pada waktunya
c.       Bertanya kepada dosen dan teman bila ada materi pelajaran yang kurang dimengerti, dan
d.      Datang ke sekolah tepat waktu.

Dengan merumuskan tujuan yang jelas dan sederhana ini, akan membantu klien untuk bertindak lebih jelas dan terarah dalam mencapai tujuan perubahan tersebut.

B.     CARA PEMBERIAN CONTOH
Menurut Munro, dkk (1983: 98) konselor perlu memberikan contoh atau pola tingkah laku yang baik untuk klien yang tidak mengetahui bagaimana bertindak dalam suasana tertentu. Pada tahap tertentu pemberian contoh ini dapat berupa penampilan keadaan yang sebenarnya, misalnya contoh catatan kuliah yang dibuat oleh mahasiswa lain. Konselor harus benar-benar peka terhadap berbagai kesempatan yang tepat untuk memberikan bantuan sederhana seperti itu. Dalam hal ini pemberian contoh pada umunya ditampilkan dalam dua cara, yaitu konselor sendiri dapat bertindak sebagai model, atau seorang kawan (dari klien) dapat bertindak sebagai model dalam kehidupan sosial klein sehari-hari. Dalam kedua cara ini, model itu hendaknya ditampilkan secara utuh dengan memperlihatkan baik keseluruhannya maupun bagian-bagiannya. Model seperti ini dapat ditampilkan dalam bentuk video-tape.
Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dari masing-masing cara di atas. Kekurangan ynag paling pokok adalah bahwa perbuatan (tingkah laku) teman tidak dapat dikontrol atau diulang (Munro, dkk. 1983:99). Barangkali yang paling baik adalah jika konselor dapat menekankan bagian-bagian mana dari perbuatan itu yang paling penting, dan kemudian mengulang tingkah laku yang diharapkan untuk dilakukan selanjutnya. Sesudah model ditampilkan klien diminta untuk meniru model itu. Dia didorong untuk melatih diri melakukan kembali tingkah laku itu. Dalam hal ini, konselor memberikan balikan dengan segera dalam bentuk komentar atau saran-saran yang positif demi peningkatan penampilan tingkah laku yang diharapkan. Klien perlu diingatkan akan pentingnya melakukan kembali tingkah laku seperti itu dalam berbagai kesempatan yang dimilikinya.
Munro, dkk (1983: 99) menjelaskan beberapa prinsip pemberian contoh yang efektif dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.       Suruh klien mempertunjukkan bagaimana biasanya ia bertindak atau berbuat.
b.      Pertunjukkan cara-cara bertindak atau berbuat yang lebih efektif.
c.       Pisahkan bagian-bagian tingkah laku itu untuk diamati, didiskusikan dan dipraktekkan.
d.      Ulangi lagi mempertunjukkan beberapa kali dengan melebih-lebihkan bagian-bagian yang menyebabkan kesulitan.
e.       Suruh klien melakukan kembali tingkah laku yang sudah diamatinya. Berikan balikan yang berguna bagi klien.
f.       Lanjut terus melakukan tingkah laku itu berulang-ulang sampai dicapai perbuatan atau tingkah laku yang seharusnya.
Bagian dari usaha pemberian contoh yang baik, misalnya dapat digambarkan sebagai berikut:
“ingat setiap bagiannya. Kamu harus selalu mengetu pintu dengan keras. Bila dia memanggil: ‘silahkan masuk!’, berdiri tegak, dorong pintu sampai terbuka, masuk ke dalam ruangan, mengahadapkan diri dan melihat kepadanya, dan senyum.
Dapat dilakukan?... sekarang sebelum kita berlatih lebih lanjut, coba kamu ulangi lagi menyebutkan bagian pokok tadi… bagus! Sekarang kita berdua akan mengatakannya lagi, sambil kamu memperlihatkan saya . Perhatikan! Pertama saya…. Kemudian saya… oke?. Sekarang kamu mencobanya sambil kita mengulang langkah-langkah itu sekali lagi… baik sekali! Kamu telah melakukan ini, ini, ini, dan ini dengan baik sekali. Lain kali, badan jangan terlalu condong dan agak lebih keras lagi mengetok pintu”.
Selanjutnya, Yeni Karneli dan Taufik (2002: 75) menjelaskan, bila konselor menemui klien yang tidak mengetahui cara berbuat atau bertindak dalam suasana tertentu, maka konselor dapat menggunakan teknik pemberian contoh.
Pemberian contoh berarti konselor memberikan contoh atau pola tingkah laku tertentu yang baik untuk klien yang tidak mengetahui cara bertindak dalam suasana tertentu. Pemberian contoh dapat membantu klien meningkatkan kemampuan dalam menampilkan tingkah laku yang diharapkan dalam suasana tertentu. Misalnya klien yang tidak mengetahui cara berbicara dengan pimpinan, cara memperkenalkan diri dengan orang-orang baru, cara melamar pekerjaan dan sebagainya.
Bandura (Yeni Karneli dan Taufik, 2002: 76) menyatakan bahwa segenap belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman langsung dengan mengalami tingkah laku orang lain. Cara manapun yang digunakan oleh konselor tidak menjadi persoalan. Dalam hal ini, yang penting konselor dapat memberikan penekanan-penekanan pada bagian tingkah laku yang perlu dikuasai atau dicontoh klien. Setelah diberikan contoh, klien harus dilatih dalam berpenampilan dan bertingkah laku pada suasana tertentu. Setelah klien mampu menampilkan tingkah laku yang diharapkan, konselor perlu memberikan penguatan, agar klien termotivasi terus untuk bertingkah laku yang diharapkan.

C.     CARA PEMBERIAN PENGUATAN
Perhatikanlah bahwa masing-masing pernyataan klien di bawah ini, mengandung isi tertentu yang menyangkut perasaan dan perbuatan yang mungkin terjadi. Kenalilah bagian-bagian isi dari masing-masing pernyataan itu, dan kemudian kemukakanlah komentar sederhana yang menguatkan bagian yang menyangkut perbuatan itu.


            Contoh:
            Ki : “saya menjadi amat kecewa, mereka tidak mau melaksanakan apa yang disarankan”.
            Ko : “Anda ingin mereka lebih banyak bekerja sama dengan Anda?”.

            Buatlah sebuah daftar kegiatan yang mungkin dapat menyenangkan Anda bila Anda berada dalam masing-masing suasana di bawah ini (Munro, dkk. 1983: 98):
a.       Seorang ibu muda bersama dua orang anaknya yang berumur di bawah tiga tahun tinggal di daerah baru di pinggiran kota.
b.      Seorang siswa teknik umur 16 tahun pergi meninggalkan rumah.
c.       Seorang wanita (45 tahun) baru saja menjanda, tanpa mempunyai sanak keluarga.
d.      Seorang petani tua tinggal di kota besar.